KASUS DAN SOLUSI PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME
ILMU SOSIAL DASAR
“PRASANGKA,
DISKRIMINASI, DAN ETNOSENTRISME”
KELAS 1KA15
KELOMPOK 9
ANGGGOTA
KELOMPOK NPM
1.
ADELLA BENITA PUSPITASARI 16119951
2.
DELA AMALIA PUTRI 11119631
3.
NYAYU TASYA RAHMA GIANI 14119950
4.
SAFIRA PUTRI FEBRIANTI 15119812
5.
TOTI SUSYLAWATI 16119387
JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
TAHUN
AJARAN 2019/2020
KELOMPOK 9
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang saya panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah
saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber saya
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua situs yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari
semua itu,saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya
berharap semoga makalah ilmiah tentang pengaruh perkembangan internet terhadap
perilaku remaja ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
FOTO KELOMPOK.............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.
Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C.
Tujuan Penulisan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
A.
Prasangka............................................................................................................. 2
B.
Diskriminasi......................................................................................................... 3
C.
Etnosentrisme....................................................................................................... 3
D.
Kasus-kasus beserta solusinya............................................................................. 4
BAB III PENUTUP................................................................................................ 12
A.
Kesimpulan......................................................................................................... 12
B.
Saran.................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai suku bangsa,adat
istiadat, bahasa daerah,serta agama yang berbeda beda. Keanekaragaman tersebut
terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap
suku bangsa di Indonesia mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda beda. Kebiasaan
hidup itu menjadi budaya serta ciri khas suku bangsa tertentu. Keragaman
tersebut di satu sisi, kita mengakuinya sebagai khazanah budaya yang
bernilai tinggi. Akan tetapi di sisi lain,ketika dua karakter sosial dan budaya
bertemu, membuat mereka benar-benar menjadi dua suku berbeda, seperti air
dan minyak, Banyak pihak juga yang menilai bahwa masyarakat Indonesia saat ini
merupakan masyarakat yang senang menduga-duga atau berprasangka.Penilaian itu
tentu bukan tanpa dasar.Saat ini masyarakat Indonesia memiliki kecurigaan yang
akut terhadap segala sesuatu yang berbeda atau dikenal dengan istilah
heterophobia. Segala sesuatu yang baru dan berbeda dari umumnya orang akan
ditanggapi dengan penuh kecurigaan termasuk antar suku atau etnis. Kehadiran
anggota kelompok yang berbeda apalagi berlawanan akan dicurigai membawa
misi-misiyang mengancam. Ada juda yang diskriminatif, dan etnosentrisme.
B.
Rumusan Masalah
Apa saja contoh permasalahan prasangka, diskriminasi,
dan etnosentrisme beserta solusinya?
C.
Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja permasalahan
tentang prasangka, diskriminasi, dan etnosentrisme beserta solusinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prasangka
Prasangka
atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium, yang pengertiannya
sekarang mengalami perkembangan sebagia berikut :
1. Semula
diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar
pengalaman yang lalu
2.
Dalam bahas Inggris mengandung arti
pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yagn cermat, tergesa-gesa
atau tidak matang
3.
Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan
pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam keputusan yang
telah diambil tersebut
Dalam
konteks rasial, prasangka diartikan:”suatu sikap terhadap anggota kelompok
etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi ”.
Dalam hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan
dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian disimpulkan sebagai
sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka
(prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa
sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya
“sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu
itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap
sesuatu.
Prasangka
menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut
Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif
atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui
setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap
bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan
kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan,
aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan
yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh
diri individu masing-masing.
B. Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang
tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat
berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi
merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia. Ini
disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang
lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama
dan kepercayaan, aliranpolitik, kondisi fisik atau karateristik lain yang
diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
Diskriminasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Diskriminasi langsung, terjadi saathukum, peraturan atau
kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti
jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang
sama.
2.
Diskriminasi
tidak langsung,
terjadi saat peraturan yang bersifatnetral menjadi diskriminatif saat
diterapkan di lapangan.
C. Etnosentrisme
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan
yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai
sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk
menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentrisme merupakan kecenderungan
tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok
ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku
berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Setiap suku bangsa atau ras tertentu
memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda dan sekaligus menjadi kebanggaan
mereka. Suku bangsa ras tersebut cendrung menganggap kebudayaan mereka
sebagai salah satu prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya.
Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai,
dipandang sebagai suatu yang kurang baik, kurang estetis, dan bertentang
dengan kodratnya.
D. Contoh kasus beserta solusinya
Analisis Kasus Prasangka dan Diskriminasi
Kasus 1
Gambaran Kasus Pertentangan Etnik Kalimantan
Kita akan
membicarakan konflik antar etnik yang paling besar yang pernah terjadi di
Indonesia, yakni konflik antara etnik Dayak dan etnik Madura di Kalimantan
beberapa tahun lalu (tragedi Sambas dan Sampit), dimana ribuan orang terbunuh
dan puluhan ribu lainnya harus menjadi pengungsi di negerinya sendiri.
Hidayah (2002) menyebutkan bahwa sebenarnya pemantik konflik hanya disebabkan
oleh perkelahian antar pemuda etnis dayak dengan etnis madura. Akan tetapi
karena dalam perkelahian itu ada yang terbunuh maka muncullah solidaritas dan
balas dendam kesukuan karena pada konflik tersebut terjadi pembunuhan, dan
kemudian diperkuat pula oleh prinsip-prinsip adat sehingga konflik menjadi
berkepanjangan dan membawa korban yang luar biasa besar.
Banyak analisis telah dilakukan untuk mencari tahu akar dari adanya konflik. Selain analisis yang menunjukkan adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja mengorganisir terjadinya kekerasan, ada banyak analisis lain yang mendasarkan pada berbagai perspektif. Sebuah analisis menyimpulkan bahwa terjadinya perebutan sumber daya ekonomi yang semakin terbatas yang telah menyebabkan terjadinya konflik. Dulu saat sumber daya ekonomi cukup melimpah dan mudah didapatkan maka konflik terhindarkan. Akan tetapi begitu sumberdaya ekonomi semakin terbatas dan semakin banyak orang memperebutkannya maka terjadilah kompetisi perebutan sumberdaya. Sebagai konsekuensi logis dari adanya kompetisi perebutan sumber daya adalah terciptanya prasangka antar etnik. Dan lalu adanya prasangka terhadap etnik lain menjadi justifikasi kekerasan terhadap etnik tersebut.
Sebagai
lanjutan dari analisis diatas, analisis lain menunjukkan bahwa adanya
kesenjangan ekonomi antara etnis Dayak dan etnis Madura sebagai penyebab
konflik. Kesenjangan ekonomi itu tercipta sebagai konsekuensi dari adanya
kompetisi perebutan sumberdaya ekonomi dimana relatif etnis Madura
memenangkannya. Namun menurut Purbangkoro (2002) kondisi sosial ekonomi etnik
Madura dan etnik lain relatif sama sehingga tak ada alasan yang menyatakan
telah terjadi kecemburuan sosial antara etnik Dayak dan etnik Madura di
Kalimantan.
Sementara
itu Asykien (2001) menunjukkan bahwa konflik antar etnik itu terjadi karena
sifat negatif keduanya. Sifat-sifat kurang terpuji etnik Dayak :
1) Fanatis dan mendewakan
kesukuan,
2) tidak punya tenggang rasa dan
pendengki etnis yang dimusuhi,
3) menggeneralisasikan kesalahan
orang-perorang kepada keseluruhan etnis,
4) melestarikan budaya mengayau,
5) suka menyebarluaskan kebencian
dan prasangka buruk.
Sedangkan sifat-sifat etnik Madura
yang menimbulkan dendam etnik lain :
1) mencuri, menjambret, dan
menipu,
2) menempati tanah orang lain
tanpa izin,
3) membuat kekacauan dalam
perjudian,
4) melanggar lalu lintas,
5) merampas milik etnik lain di
penambangan emas.
Dari
sifat-sifat negatif yang diklasifikasikan Asykien diatas menjadi jelas
bahwasanya pertentangan antar etnis merupakan kulminasi dari adanya prasangka
etnik. Berbagai keburukan anggota etnik lain dicatat, disimpan, dan digunakan
sebagai dasar dalam bergaul dengan etnik tersebut, meskipun toh sebetulnya
pelakunya hanyalah segelintir orang saja. Rupa-rupanya generalisasi
sifat-sifat buruk seseorang menjadi sifat-sifat buruk kelompok yang telah
menjadi penyebab berkembangnya prasangka etnik di Kalimantan. Akibatnya
kesalahan satu orang atau kelompok kecil orang juga digeneralisasikan ke
keseluruhan etnik. Seterusnya konflik antar etnik tinggal menunggu saat yang
tepat.
|
Kasus 2:
Maluku (Ambon)
Kita akan
mencoba melihat kasus Ambon yang juga berskala besar pada tahun-tahun awal
reformasi. Pertikaian yang membawa ribuan korban itu bermula dari isu etnis
yang kemudian berkembang menjadi isu keagamaan sehingga tidak kunjung selesai
hingga hari ini. Sebelum terjadi konflik, praktis kehidupan ekonomi di Ambon
dikuasai oleh tiga etnis yaitu Buton, Bugis, dan Makassar, yang notabene
merupakan etnis pendatang dari Sulawesi, sementara itu orang Ambon sendiri
kurang memiliki peranan dalam bidang ekonomi. Keadaan demikian mudah saja
kita mengerti bila menimbulkan konflik antar etnik. Sebab pertama mungkin
adalah timbulnya deprivasi orang Ambon dimana mereka merasa kalah di tanah
sendiri oleh pendatang. Sebab kedua, munculnya prasangka mayoritas-minoritas.
Prasangka muncul karena etnis Buton, Bugis, dan Makassar sebagai minoritas
menguasai perekonomian di Ambon.
|
Penyebab pertentangan etnik
Dari kedua naskah diatas dapat
diambil kesimpulan penyebab pertentangan etnik, yaitu:
·
Etnosentris
yang berlebihan
·
Terjadi
perebutan sumber daya alam yang mewujudkan persaingan antar etnis
·
Kesenjangan
ekonomi antara etnis asli dengan etnis pendatang yang menimbulkan kecemburuan
sosial. Dalam hal ini tampak bahwa etnis pendatang lebih maju dan mulai
membentuk kelompok eksklusif.
·
Deprivasi
etnik asli yang merasa kalah dengan pendatang
·
Adanya
prsangka etnik yang menyebabkan generalisasi yang berlebihan dan salah dan
prejudice etnik mayoritas di daerah tertentu dikalahkan oleh etnik minoritas.
Solusi untuk menanggulangi masalah
tersebut :
1.
Meningkatkan
kualitas kehidupan kita. Dengan menyadari adanya beragam budaya maka kita bisa
lebih humanis.
2.
Diversitas
(keberagaman) merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan. Keberagaman tersebut
menuntut untuk terjalinnya toleransi antar etnis sehingga diskriminasi etnis
tidak akan terbentuk
3.
Kehidupan
ekonomi semakin mengglobal dan mengharuskan terjalinnya hubungan dengan
berbagai orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Mulai menerima untuk
bekerjasama dengan etnis lain untuk memajukan perekonomian tanpa adanya diskriminasi
etnik.
4.
Menurunkan
stereotip dan prasangka. Stereotip dan prasangka merupakan penyebab terjadinya
konflik yang pengaruhnya sangat besar karena streotip dan prasangka akan
membuat pemahaman yang salah tentang etnis tertentu yang pada akhirnya membentuk
generalisasi yang merugikan banyak pihak (semua kelompok etnis) padahal hanya
sebagian (sedikit) dari anggota etnik tersebut yang melakukan perilaku yang
merugikan..
5.
Meningkatkan
hubungan lebih positif antara etnis mayaoritas dan etnis minoritas (etnis asli
dan etnis pendatang). Dalam hal ini etnis pendatang mau meneroma etnis
pendatang sebagaai bagian dari keluarga besar Indonesia sedangkan etnis
pendatang “tau diri” dengan bersikap baik dan menghargai etnis asli dan
mengikuti norma-norma yang berlaku dalam budaya yang ada.
6.
Membangun
identitas pribadi yang utuh yang mengandung a) Pengakuan tehadap warisan budaya
etnik, b) Memandang diri sebagai individu yang menghargai adanya perbedaan
nilai-nilai pada setiap orang.Mengerti keadaan kognitif diri sendiri (seperti
stereotip dan prasangka) untuk membangun hubungan dengan teman-teman yang
berbeda latar belakang budaya.
7.
Membentuk
sikap tenggang rasa, saling menghargai dan bersedia membaur antar etnik tanpa
membentuk kelompok eksklusif.
Kasus 3:
Gretchen Diez hanya ingin menggunakan toilet untuk
buang air kecil di sebuah pusat perbelanjaan di Filipina. Tapi nasibnya
berakhir miris. Ia mendapat perlakuan diskriminatif yang membuatnya berurusan
dengan hukum.
Kisahnya terjadi belum lama ini, tepatnya pada
Selasa (13/8/2019) waktu setempat. Seperti dilansir Rappler, Gretchen yang
seorang wanita transgender, saat itu hendak masuk ke toilet wanita, di mall
Farmers Plaza, Quezon.
Namun langkahnya dihentikan oleh petugas kebersihan.
Gretchen dilarang masuk toilet wanita dan menyuruhnya menggunakan toilet
khusus pria. Merasa didiskriminasi, ia pun protes dan merePetugas kebersihan
bernama Chayra Ganal itu lalu mengancam akan menuntut Gretchen sambil
berusaha merebut ponsel yang digunakannya untuk merekam. Insiden itu juga
diwarnai dengan beauty shaming, Chayra menyebut Ganal dengan 'tidak cantik'
dan masih 'punya penis'.
Di tengah keributan datang seorang petugas keamanan
dan mengintimidasi Gretchen agar berhenti merekam. Belum cukup sampai di
situ, polisi pun merangsek ke toilet dan memborgol kedua tangan transgender
28 tahun itu, sebelum dibawa ke kantor polisi.
Beberapa jam ditahan, Grecthen akhirnya dibebaskan,
setelah Chayra mencabut tuntutannya. Sang petugas kebersihan juga melayangkan
surat permintaan maaf, karena dihujani kritik dari publik dan netizen.kam
insiden tersebut untuk disiarkan di Facebook. Araneta Center,
pihak pengelola mall pun mengeluarkan pernyataan minta maaf secara tertulis,
menyesalkan tindakan salah satu karyawannya. Tidak hanya kepada Gretchen, Araneta
Center juga minta maaf kepada komunitas LGBT dan masyarakat secara umum.
Gretchen pun menerima permohonan maaf Chayra dan
Araneta Center, namun akan tetap melayangkan komplain terhadap pihak
manajemen mall, agensi layanan sanitasi dan agensi keamanan karena insiden
pemborgolan. Alasannya, agar keadilan tetap ditegakkan.
"Aku harus menjadi contoh tentang pengampunan.
Permintaan maaf diterima, aku tahu bahwa mereka sudah mengakui kesalahan tapi
keadilan tetap harus ditegakkan," ujar Gretchen, dilansir Elite Readers.
|
Solusi :
Fenomena ini membuktikan dengan jelas bahwa masyarakat
sulit memberikan ruang untuk pemenuhan hak-hak kelompok LGBT ini sebagai bagian
dari warga negara Indonesia. Berbagai pelanggaran HAM mereka dapati, mulai dari
kekerasan verbal seperti cibiran, hingga kekerasan fisik seperti disiram air,
ditelanjangi, bahkan dibunuh masih terjadi, apalagi mereka yang dari kalangan
transgender atau waria. Diskriminasi muncul karena tidak ada peran negara.
Kemudian, undang-undang yang bersifat diskriminatif terhadap keberadaan kaum
LGBT harus direvisi dan tentunya jugajangan biarkan kelompok LGBT berjuang
mempertahankankan hak-haknya sendirian, dalam kesunyian. Mereka adalah teman
kita, saudara kita: mereka adalah kita. Tidak boleh ada orang yang masuk
penjara karena berbeda orientasi seksualnya dan identitas gendernya. Dukungan
sepenuhnya harus kita berikan kepada kelompok LGBT dari kriminalisasi.
CONTOH KASUS ETNOSENTRISME DI
INDONESIA
Kasus 1:
Kebiasaan
memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman, jika di pandang dari sudut
pandang masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, budaya ini adalah sangat
memalukan dan merasa budayanyalah yang lebih baik dari budaya masyarakat
papua pedalaman, tapi kalau kita berada dalam sudut pandang masyarakat papua
pedalaman memakai koteka adalah hal yang wajar di karenakan ini adalah
warisan turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Dalam
contoh kasus di atas terlihat jelas bahwa ada unsur etnosentrisme di
dalamnya, di karenakan bagi mereka yang bukan masyarakat papua pedalaman itu
adalah hal yang memalukan karna mereka hanya menilai atau memberikan pendapat
dari sudut pandang/perspektif yang sangat sempit, tapi bagi mereka yang
masyarakat papua pedalaman itu adalah hal yang lumrah di karenakan itu sudah
menjadi tradisi bagi mereka turun-temurun, dari perbedaan sudut pandang
inilah sering terjadi konflik di dalamnya
|
Kasus 2
Contoh
lain adalah dalam dunia politik khususnya yang terjadi di DPR, yang saya tau
adalah anggota DPR adalah sekumpulan orang-orang yang terpilih untuk
mewakilkan suara rakyat, dari partai-partai politik yang ada, tapi terkadang
ada beberapa oknum yang lebih mementingkan kepentingan partainya daripada
kepentingan rakyat itu sendiri, sehingga membuat dapat terjadi banyak konflik
di dalamanya.
|
SISI POSITIF
ETNOSENTRISME
Ketika berbicara Etnosentrisme
tidak selamanya ke arah negative ada juga beberapa hal positif dalam
etnosentrisme di antaranya:
·
Dapat menjaga
kestabilan dan keutuhan budaya
·
Dapat mempertinggi
semangat patriotism
·
Dapat memperteguh
rasa cinta terhadap kebudayaan atau bangsa
SISI NEGATIVE
ETNOSENTRISME
·
Dapat membuat kita
jijik dengan budaya orang lain
·
Cenderung
memandang rendah orang yang tidak sekelompok
·
Dapat menimbulkan
perang pada daerah tersebut
·
Dapat membuat
budaya yang ada menjadi terpecah bela
Solusi untuk menanggulangi masalah
tersebut :
Menurut saya seharunya
Etnosentrisme dalam hal negative ini tidak perlu terjadi, seperti yang kita
ketahui dasar atau ideology bangsa kita ini adalah Bhineka Tunggal Ika yang
artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu, tapi dalam kehidupan sehari-hari
pengaplikasian ideology ini sangat jarang terjadi, karna masih banyaknya
orang-orang yang merasa bahwa budayanya sajalah yang paling benar di antara
orang lain, seharusnya kita bisa memiliki rasa toleransi terhadap budaya-budaya
yang ada di Indonesia, karna dengan kita bertoleransi dan menghargai setiap
budaya yang ada, maka itu akan menciptakan kestabilan dan keutuhan dari budaya
itu sendiri.
Begitu juga dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak boleh membeda-bedakan orang yang sekelompok
dan yang bukan sekelompok dengan kita, karna dengan kita membeda-bedakan maka
akan sering terjadi konflik atau perang antar satu kelompok dengan kelompok
yang lain, hanya di karenakan kita melihat dan membandingkan kelompok lain
hanya dari sudut pandang kelompok itu sendiri, tanpa melihat sudut pandang yang
lebih besar.
Apabila ini terus terjadi
maka komunikasi lintas budaya yang efektif hanyalah menjadi angan-angan saja,
karena akan cenderung lebih membatasi komunikasi yang dilakukan dan sebisa
mungkin tidak terlibat dengan budaya yang berbeda. Bukannya komunikasi akan
efektif terjadi ketika pesan yang disampaikan sampai kepada penerima pesan
sesuai apa yang dinginkan, lantas bagaimana hal itu dapat terjadi kalau kita
hanya sibuk memegang prinsip etnosentrisme ini, bagi saya kita boleh memiliki
pandangan etnosentrisme, tapi milikilah etnosentrisme yang fleksibel, yang
dapat member presepsi secara tepat dan memberikan reaksi terhadap suatu
realitas berdasarkan dari sudut pandang budayanya sendiri. Dan melihat atau menafsirkan
perilaku orang berdasarkan latar belakang budaya orang yang sedang kita nilai.
Dengan cara seperti itu
saya rasa etnosentrisme infleksibel dapat kita minimalisirkan bahkan kita
hilangkan, sehingga peperangan atau konnflik antar suku, ras dan agama dapat
kita cegah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam
waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda.
Dengan memahami kenyataan-kenyataan
yang di sebabkan oleh adanya pertentangan sosial, ketegangan sosial, dan adanya
berbagai golongan yang berbeda-beda kita bisa mengambil tindakan antisipasi
bahwa segala hal yang akan kita hadapi di dalam sosialisasi tidak semulus yang
dibayangkan. dengan mengandalkan suatu persatuan dan kepercayaan kita bisa
menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut.
B.
Saran
Prasangka,
diskriminasi, dan etnosentrisme tidak baik untuk kita dan lingkungan kita.
Sebaiknya kita menjauh dari perbuatan perbuatan seperti prasangka buruk,
diskriminasi, etnosentrisme dan kita harus saling menghargai terhadap
sesame dan memperkuat persatuan demi keutuhan NKRI yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Angelina. PRASANGKA,
DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME . https://angelina161209.wordpress.com/2015/12/02/174/.
(Diakses pada tanggal 3 November 2019 pukul 17.15 WIB)
Pangesti ,
Rayindha Lintang. PRASANGKA, DISKRIMINASI
DAN ETNOSENTRISME. http://ilmusosialdasar-lintang.blogspot.com/2012/
10/prasangka-diskriminasi-dan-etnosentrisme.html. (Diakses pada tanggal 3 November 2019 pukul 17.15
WIB)
Priandana, Sidik. Contoh Analisis Kasus Prasangka dan Diskriminasi.http://sidikpriandana.blogspot.com/2015/01/contoh-analisi
-kasus-prasangka-dan.html. (Diakses pada tanggal 3 November
2019 pukul 17.15 WIB)
Komentar
Posting Komentar